Susuhunan / Sunan Pakubuwono X raja Kasunanan Surakarta 1893-1939, dikenal dengan raja yang bergelimang kemewahan.
Beliau sering tampil dengan kostum glamor yakni, mengenakan baju kebesaran lengkap dengan medali penghormatannya dari kerajaan sahabat.
Selain itu, raja Pakubuwono X juga gemar melancong ke daerah – daerah lain guna mendalami karakter daerah untuk diterapkan di daerah kekuasaannya.
Beliau juga gemar bersolek dengan dandanan yang trendi. Ini semua dimaksudkannya untuk menunjukkan kepada kawulanya bahwa, dirinya seorang pimpinan kerajaan serta kepada bangsa barat bahwa, dirinya memiliki status kehormatan dari kerajaan dan negara lain.
https://www.facebook.com/reel/The Journalist/ Video PAKUBUWONO X
Sang Susuhunan juga gemar mengoleksi benda-benda antik seperti cermin, jam tangan, koin, keris, gelas kristal, batik, kereta, mobil, dan sebagainya.
Salah satu koleksinya yang paling berharga adalah Mobil Benz Victoria Phaeton, cikal bakal Mercedes Benz saat ini. Mobil yang dinamai Kanjeng Kiai Maruta tersebut dipesan tahun 1894 dengan harga 10.000 gulden, kurang-lebih setara 70 juta rupiah saat ini.
https://vt.tiktok.com/Video Pakubuwono dengan 41 istrinya
Mobil buatan Jerman tersebut sampai Surakarta pada tahun 1896 dan menjadi mobil pertama di Jawa maupun Hindia Belanda.
Jadi ya bisa disebut sebagai mobil pertama yang menggelinding di Indonesia.
Walau hidup bergelimang kemewahan, Sunan Pakubuwono X dikenal sebagai sosok yang dermawan.
Kerap ia membagi-bagikan hadiah kepada kerabat serta menyebar uang bagi rakyat tatkala berpergian dengan kereta kudanya.
Soal tahta, sudah tidak diragukan lagi bahwa, beliau bertahta sebagai raja yang memiliki pengaruh besar bagi rakyat Surakarta maupun bagi masyarakat Jawa pada umumnya.
Sejak kecil, beliau digadang-gadang menjadi raja besar sehingga, diasuh dan dididik secara khusus.
Pada usia 3 tahun, beliau telah diangkat sebagai putra mahkota. Menariknya, keistimewaan tersebut tidak membuatnya angkuh. Beliau justru memiliki pemikiran yang mampu menyesuaikan tuntutan zaman.
Contohnya dalam hal perjuangan melawan kolonialisme. Beliau tidak melakukan konfrontasi terbuka (peperangan) seperti kakeknya dengan pemerintah kolonial Belanda.
Sunan Pakubuwono X memilih menjalankan kebijakan dari dua sisi yang berbeda.
Di satu sisi, beliau terlihat “taat” menghadapi dikte dan aturan pemerintah kolonial Belanda.
Sementara di sisi lain, Sunan Pakubuwono X mendukung pergerakan nasional secara finansial maupun melalui pemikiran yang visioner seperti kunjungan politik ke beberapa daerah yang dibungkus dengan dalih kunjungan wisata.
Terkait wanita, selama hidupnya, Sunan Pakubuwono X dicatat memiliki 41 orang pendamping.
Dua diantaranya berkedudukan sebagai permaisuri yakni, Bendara Raden Ajeng Soemantri (putri KGPAA Mangkunegoro IV) yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Pakubuwono dan Raden Ajeng Mur Soedarinah (putri Sultan Hamengkubuwono VII) yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
Tidak semua istrinya melahirkan putra/putri, tetapi selama hidupnya Sunan Pakubuwono X dikaruniai 33 putra dan 30 putri.
Menariknya, sebagai ayah dan raja, Sunan Pakubuwono X mendorong seluruh putra/putrinya untuk bersekolah dan berorganisasi mendukung pergerakan nasional.
Alhasil, beberapa putranya tampil sebagai tokoh nasional seperti G.R.M. Sudiro (G.P.H. Suryohamijoyo) yang menjadi anggota BPUPKI dan PPKI, serta G.R.M. Subandono (G.P.A. Djatikoesoemo) yang menjadi Let.. Jen. TNI dan Menteri Perhubungan Darat, PTT, dan Pariwisata.
Lebih dari itu, Sunan Pakubuwono X juga membangun sekolah untuk kerabat istana dan sekolah untuk rakyat.
Mereka pun didorong untuk berorganisasi dan menerbitkan media massa untuk mendukung pergerakan nasional.
Uraian di atas membuktikan bahwa, di balik kehidupan “duniawi”, Sunan Pakubuwono X ternyata beliau memiliki tujuan luhur bagi masa depan bangsa.
Harta, tahta, dan wanita yang beliau miliki menjadi visual dari pemikiran besarnya. Pencapaian demi pencapaian beliau raih.
Mulai dari keberhasilannya membakukan aturan dan tradisi keraton (kebudayaan Jawa), menghindari konfrontasi terbuka dengan Belanda yang merugikan kehidupan rakyat, dan menunjukkan kewibawaannya sebagai raja yang memberikan pengaruh positif bagi keluarga dan rakyatnya.
Bahkan upayanya mendukung pergerakan nasional berbuah manis dengan kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945.