Lumajang, Sinar.co.id,- Kabupaten Lumajang mengawali hajatan Galang Gerak Budaya Tapal Kuda (GGBTK) dengan menyuguhkan pertunjukan ragam kesenian yang berkembang di Kota Pisang selama dua malam berturut-turut. Pertunjukan pertama digelar di Kafe Pring Pitu, Lumajang, 28/10, dan pertunjukan kedua digelar di Pura Mandara Giri Semeru Agung, Senduro, 29/10.
Pertunjukan pertama menghadirkan keroncong wayang, tari topeng Kaliwungu, tari godril, jaran kencak, dan rampak barong. Selain ragam kesenian, panitia juga menyuguhkan aneka kuliner tradisional dengan wadah daun pisang.
Zaenal Abidin, panitia GGBTK Lumajang, mengatakan bahwa suguhan ini memiliki maksud khusus terkait keragaman dan ketahanan pangan serta pesan ekologis.
“Kalau Gen Z bisa mencintai kembali makanan tradisional dengan olahan kreatif, kita bisa membiasakan mereka untuk tidak tergantung pada makanan dari negara lain. Kita mengajak mereka berusaha mempertahankan makanan lokal,” tuturnya di tengah-tengah persiapan pertunjukan.
Sementara, daun pisang membawa pesan ekologis agar masyarakat mengurangi pemakaian wadah dari plastik yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan.
Keroncong wayang membuka pertunjukan dengan komposisi musikal hibrid dengan sinden dan dalang yang menginformasikan acara GGBTK serta tampilan-tampilan yang akan disuguhkan. Musik rancak dan dinamis dengan suara merdu sinden menyambut ratusan penonton yang mayoritas adalah Gen Z.
Pertunjukan godril yang dipersembahkan enam penari perempuan menjadi pertunjukan berikutnya yang menyedot perhatian penonton. Tari yang berasal dari pertunjukan tayub ini mengajak penonton untuk memeriahkan bulan purnama dengan hati gembira dan pikiran yang segar.
Tari godril biasanya digelar pada saat ritual di masyarakat Tengger sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah dikreasi kembali, tari godril banyak diajarkan di sekolah-sekolah dan dipentaskan dalam even-even kebudayaan di Lumajang.
Yang tidak kalah menarik adalah pertunjukan tari topeng Kaliwungu. Suara terompet saronen Madura bersama rancak gendang, gamelan kenong, dan gong mengiringi kehadiran lima penari laki-laki dan perempuan. Tari ini menggambarkan ketegasan Prabu Baladewa, yang tegas, berani, tetapi tetap memiliki kelembutan.
Jaran Kencak semakin memeriahkan even pertunjukan dengan atraksi kuda menari mengikuti alunan musik saronen dan kendang. Si kuda bisa berdiri untuk beberapa menit, untuk kemudian bergoyang sembari berputar.
Tari rampak barong yang menghadirkan tiga penari caplokan jaranan menutup even di Lumajang dengan atraksi tari gagah dan suara ritmis. Tari ini mengajak para penonton untuk terus bersemangat dan berjuang memajukan ragam budaya Lumajangan sebagai kekayaan daerah.
Tidak hanya gebyar seni, dalam acara ini panitia juga mengajak para content creartor berlomba membuat video pendek yang diunggah di media sosial. Tujuannya, mempromosikan dan mengenalkan ragam seni Lumajangan ke generasi muda yang ramah digital.
“Kita perlu memiliki langkah-langkah baru dalam memajukan kebudayaan. Menyebarluaskannya melalui media sosial dengan menggandeng content creator kami pilih karena kaum muda saat ini banyak menggunakan media sosial. Selain itu, jangkauannya lebih luas,” ucap Zaenal.
Lebih lanjut ia berharap agar kegiatan GGBTK ini bisa dilaksanakan secara ajeg, sehingga para pelaku seni bisa mendapatkan ruang untuk berkarya sebagai upaya nyata pemajuan kebudayaan. Selain itu, terus melibatkan generasi muda merupakan pilihan tepat karena merekalah penerus kebudayaan bangsa ini.