Bondowoso, Sinar.co.id,- Sekretaris BPSDM PMDDTT Muhammad Asnawi Sabil, menyebut jika Bondowoso sebagai salah satu daerah penyumbang isue nasional stunting dan kemiskinan ekstrim di Indonesia.
Hal ini disampaikannya usai rapat peran kelompok dan masyarakat tingkatkan ekonomi desa dari Kementrian Desa yang diikuti oleh seluruh kepala desa, pendamping desa dan sejumlah insan pers Bondowoso di ball room Grand Padis Hotel pada Sabtu, (23/03/2024).
Disampaikan Sekretaris Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (BPSDM PMDDTT), pentingnya rapat ini menjadi salah satu tanggung jawab kementrian desa untuk mengawal realisasi Dana Desa (DD).
“Dengan harapan kita bisa mendorong para kepala desa dan pendamping desa untuk memaksimalkan potensi dana desanya sehingga bisa menjadi pengungkit percepatan peningkatan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat,” ucapnya.
Menurut Sekretaris BPSDM PMDDTT Asnawi Sabil, dana desa itu tidak boleh dinikmati oleh elit saja. masyarakat harus merasakn betul manfaat dari dana desa itu. Dimana, wajah APBDes itu harusnya menjadi wajah dari keseluruhan warga desa itu.
Menurutnya, ada beberapa komponen di APBDes baik ,infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, masyarakat dan sosial. Bahkan, ada juga penanganan isue strategis nasional seperti, isue stunting dan isue kemiskinan ekstrime.
“Dimana faktanya, Bondowoso ini merupakan penyumbang stunting dan kemiskinan ekstrime,” ungkapnya.
Itulah sebabnya, lanjut Sekretaris BPSDM PMDDTT Asnawi Sabil, peran kesadaran kepala desa dan pendamping desa sangat strateghis. Dimana, mereka bagian dari fasilitator perencanaan pembangunan yang ada di desa.
“Inilah pentingnya sinergi dan membuka diri bagi para kepala desa dan pendamping desa kepada masyarakat,” lanjutnya.
Penjelasan Sekretaris BPSDM PMDDTT tentang Pendamping Desa
Lebih lanjut, Asnawi Sabil menerangkan jika dulu pendamping desa tidak tandatangan dalam realisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM), anggaran itu tidak bisa realisasi.
Namun sekarang, pendamping desa fungsinya hanya mengingatkan, memfasilitasi dan mengarahkan agar arah perencanaan di desa benar-benar sesuai dengan regulasi dan mencerminkan atas kebutuhan di desa.
“Jadi, pendamping sekarang itu, tidak memiliki ruang sedikitpun atas realisasi anggaran,” ucapnya.
Masih Asnawi Sabil, karena hari ini isue di tingkat nasional tentang kemiskinan ekstrime dan stunting dirinya berharap ke depan, tingkat antisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan strategis di desa, bisa diwujudkan menjadi konteks APBDes dan keterlibatan masyarakat bisa lebih diperluas.
Ia berharap pemerintah daerah bisa mendorong pemerintah desa untuk bisa memberikan porsi yang lebih agar ini bisa memiliki daya ungkit yang lebih terhadap penanganan isue stunting dan kemiskinan ekstrime.
“Jadi, kita dipusat mau tidak mau harus minyiapkan regulasinya, dengan Permendes yang mengatur tentang alokasi anggaran itu. Tapi juga pemerintah daerah bisa mendorong itu dengan Perbup sehingga lebih stresing dan spesifik lagi,” pungkasnya.