Scroll untuk membaca artikel
Artikel

Quo Vadis Kampanye Hitam kepada Faqih Al Haramain

153
×

Quo Vadis Kampanye Hitam kepada Faqih Al Haramain

Sebarkan artikel ini
kampanye

Oleh : M. Fiqih Samsul Arifin

Bukan hal yang baru dalam percaturan politik, masyarakat disuguhkan ragam spekulasi liar tak berdasar. Asumsi tersebut tidak lahir secara telanjang, terdapat motif tertentu untuk menegasikan, menjatuhkan bahkan mendeligitamasi lawan politiknya dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Sebagaimana dinamika perebutan tongkat estafet sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) yang saat ini sedang berlangsung di Palembang. Salah satu calon potensial, Faqih Al Haramain berulang kali mendapatkan opini liar dari kontestan lainnya yang bertujuan menjegal.

Menarik untuk ditelaah lebih mendalam mengapa hanya Faqih Al Haramain yang menjadi musuh bersama (common enemies)? Sebelum penulis uraikan makna di balik wacana tersebut, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa argumentasi yang digunakan untuk menyerang Faqih Al Haramain:

-Dianggap Melanggar Etika dan Moralitas, Faqih Al Haramain sebagai calon Ketua umum nomor urut tujuh (7) dianggap melanggar etika organisasi karena minimnya pengalaman.

-Dianggap Cacat Administrasi, Faqih Al Haramain dianggap melanggar aturan organisasi karena tidak pernah berproses sebagai Pengurus Besar PMII.

-Dianggap Mendapat Dukungan Istana, Sebagai kandidat, Faqih diklaim bakal jadi boneka kekuasaan jika terpilih menjadi Ketua Umum.

Apakah ketiga informasi tersebut merupaka fakta, atau sebagai wacana politis yang digunakan untuk menghegemoni pembaca? Sehingga lahir istilah “Caketum cacat konstitusi”, “PMII bukan babu oligarki”, “Stop intervensi politik” dan sebagainya.

Baca Juga :   Tentang Pengembangan Ijen Geopark di Bondowoso Libatkan Media

Pertama, perlu upaya penelusuran kebenaran (fact-checking) atas informasi di atas. Mari kita uraikan satu persatu. Apakah benar sahabat faqih melanggar etika dan moralitas? Sampai saat ini standarisasi moral yang dimaksud dalam sebaran pamflet masih tidak representatif. Orang yang memproduksi pesan tersebut hanya mendasari pada alasan kurangnya pengalaman sahabat Faqih dalam proses kaderisasi dilevel nasional. Bukan pada sebuah tindakan yang dianggap mencederai asas, norma atau produk hukum PMII sehingga diaggap tidak layak menjadi calon ketua.

Artinnya asumsi moralitas yang dibangun justru tidak relevan dan sudah terbantahkan sejak pendaftaran calon ketua umum, karena sahabat Faqih sudah dianggap sah secara hukum dan tidak mencederai moral maupun etika. Sebab hukum tidak bergerak dalam ruang hampa melainkan mengikuti tatanan sosial. Hukum tidak dipisahkan dari nilai dan moral, nilai moral dalam hukum menjadi alat penjangkau ke dasar masyarakat sehingga penegakan hukum selaras dengan perkembangan dinamika dalam masyarakat.

Begitupun dengan penggunaan istilah “cacat konstitusi”. Tentu dalam konteks ini, nalar hukum yang harus dijadikan titik tolak adalah produk hukum yang mengatur syarat-syarat menjadi ketua umu PB PMII. Mari kita jajaki beberapa point yang dianggap problematis untuk menemukan bukti kecacatan yang dimaksud dengan tujuan mendelegitimasi sahabat Faqih Al Haramain sebagai calon ketua.

Baca Juga :   Sejarah Bondowoso Dari Berbagai Sumber

Sahabat Faqih dianggap cacat hukum karena tidak pernah menjabat sebagai pengurus besar. Sedangkan redaksi hukum dalam persyaratan menjadi ketua umum yang dijadikan pegangan oleh Badan Pekerja Kongres (BPK) sebagai badan adhoc penjaringan calon ketua umum, point ke tiga (3) tertulis ‘pernah aktif menjadi pengurus di Tingkat PC, PKC, dan atau PB minimal 1 periode kepengurusan’. Sudah barang tentu BPK meloloskan Faqih karena memenuhi syarat yang notabenenya pernah menjadi ketua umum PC PMII Jember.

Dalam qaidah bahasa Indonesia penggunaan dan/atau dalam kalimat merupakan konjungsi yang memiliki arti pilihan. Jika ditinjau satu persatu ‘dan’ adalah penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang setara. Sedangkan ‘atau’ adalah kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal (pilihan). Sehingga redaksi hukum di atas memberikan kualifikasi kepada calon ketua yang mendaftar baik itu PC, PKC dan/atau PB sebagai pilihan yang dianggap setara.

Spekulasi yang ketiga Faqih dianggap mendapatkan dukungan dari istana. Tentu hal ini merupakan menggiringan opini dari kontestan lainnya untuk membidik afeksi seluruh anggota, kader maupun alumni PMII. Kata M.Foucault, wacana memiliki dimensi pragmatis; 1) Makna/maksud (locutionary) merupakan teks/gambar, 2) Kekuatan (Illocutionary) tersurat atau tersirat, 3) dan efek (perlocutionary) membuat orang percaya dan mendorong untuk melakukan.

Baca Juga :   Destinasi Wisata Jember dan Mengenal Kejayaannya Sejak Kolonial

Begitupun wacana yang dibangun dalam istilah “Istana” baik secara tersurat maupun tersirat, orang yang memproduksi pesan bertujuan untuk mengajak orang percaya bahwa majunya Faqih melekat dengan intervensi istana. Sehingga seluruh anggota dan kader PMII dibuat khawatir dengan bayanag bayang penguasa. Tidak ada fakta fakta koheren yang menghubungkan Faqih dengan kepentingan istana. Sekarang mari kita berfikir logis, secara aksesibilitas lebih dekat siapa antara pengurus PC, PKC dan PB dengan Istana? Bukankan kandidat yang berporses di pusat justru lebih potensial dibayang bayangi elite istana?

Dari semua narasi di atas tidak ada satupun fakta yang membenarkan spekulasi liar tersebut. Satu satunya kebenaran mengapa sahabat Faqih menjadi musuh bersama (common enemies) karena menjadi competitor terkuat bagi calon lainnya. Faqih mendapat banyak perhatian kader PMII se-Indonesia karena dianggap paling serius untuk membawa perubahan dan kemajuan PMII ke depan. Sebagai satu satunya kandidat yang menuangkan gagasan dalam buku setebal 50 halaman saat mencalonkan dirinya menjadi keta umum. Buku tersebut menjadi modal awal, bahwa untuk menjadi ketua umum PB PMII wajib memiliki wawasan luas dan mendalam. Terbukti hingga saat ini banyak cabang-cabang se-Idonesia yang menaruh harapan besar terhadap Faqih Al Haramain.

 

Ikuti update berita terbaru di Google News sinar.co.id


You cannot copy content of this page