Surabaya, Sinar.co.id,– Sebuah pertemuan penting yang membawa angin segar bagi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Jawa Timur, terjadi ketika Neng Dyah, cucu KHR. As’ad Syamsul Arifin, bertemu dengan Sri Untari, Sekretaris Jenderal DPD PDI Perjuangan Jawa Timur.
Pertemuan ini menjadi sorotan karena menggambarkan harmoni antara nasionalisme dan religiusitas yang menjadi fondasi kuat bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Pujian untuk Neng Dyah: Perempuan dengan Narasi Politik Kokoh
Sri Untari mengungkapkan kesan mendalamnya terhadap pertemuan dengan Neng Dyah, yang dikenal dengan nama lengkap Nyai Hj. Asiyatul As’adiyah.
“Pertemuan dengan Neng Dyah menyisakan banyak kesan dan catatan,” ujar Sri Untari. “Beliau adalah perempuan dengan pilihan dan narasi politik yang kokoh.”
Keputusan Neng Dyah untuk bergabung dengan PDI Perjuangan disebut Untari sebagai langkah yang tidak hanya strategis, tetapi juga sarat makna historis.
“Pilihan ini lahir dari kesadaran sejarah bahwa kakeknya, KHR. As’ad Syamsul Arifin, merupakan teman dekat Bung Karno. Beliau adalah saksi sejarah yang menunjukkan bagaimana nasionalisme dan religiusitas dapat berjalan seiring,” tambahnya.
Lebih lanjut, Untari menegaskan bahwa kehadiran Neng Dyah dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi bukti nyata bahwa partai ini adalah rumah bagi kaum nasionalis dan religius.
“Ini adalah sinergi yang sempurna. Kami terus mengedepankan nilai-nilai yang mempertemukan kebangsaan dan spiritualitas,” tegasnya.
PDI P, Nasab Ulama sebagai Penguat Perjuangan
Di sisi lain, Neng Dyah juga memberikan pujian kepada Sri Untari. Ia menyebut bahwa nasab Untari yang berasal dari dzurriyah ulama di Jawa Tengah menjadi salah satu alasan kuat untuk berjuang bersama dalam tubuh PDI Perjuangan.
“Saya semakin yakin untuk terus berjuang bersama di almamater merah ini, karena Ibu Untari adalah bagian dari dzurriyah ulama. Hal ini semakin memperkokoh kepercayaan saya terhadap perjuangan bersama,” ujar Neng Dyah.
PDI P
Keduanya tampak akrab dan saling memuji dalam pertemuan tersebut, mencerminkan semangat kekeluargaan yang menjadi ciri khas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Komentar dari Aktivis Milenial
Pertemuan ini juga mendapatkan respons positif dari berbagai kalangan. Hafif Rahmatullah, seorang aktivis PDI Perjuangan dari Desa Kamal, Kabupaten Jember, menyampaikan pandangannya kepada wartawan.
Hafif, yang juga anggota Nangka Raya Empire—sebuah elemen nonstruktural partai yang bergerak di kalangan milenial, penggemar musik punk, dan anak jalanan—mengaku semakin yakin akan kebesaran dan masa depan PDI Perjuangan.
“Pertemuan ini menunjukkan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah partai besar yang mampu merangkul semua golongan, baik nasionalis, religius, maupun generasi muda. Kami yang ada di akar rumput semakin percaya diri untuk terus berjuang bersama partai ini,” ujar Hafif.
Kebesaran PDI Perjuangan sebagai Rumah Kebangsaan dan Spiritualitas
Pertemuan antara Neng Dyah dan Sri Untari ini menjadi simbol bahwa PDI Perjuangan adalah partai yang tidak hanya berkomitmen pada perjuangan kebangsaan, tetapi juga religiusitas yang mendalam.
Perpaduan nilai-nilai ini menjadi kekuatan besar dalam menghadapi tantangan politik masa depan.
“Merdeka!” seru Untari di akhir pernyataannya, menegaskan semangat perjuangan yang terus berkobar dalam tubuh partai. Dengan semangat tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jawa Timur semakin kokoh sebagai wadah perjuangan bagi semua lapisan masyarakat, dari tokoh agama hingga kaum muda kreatif.
Pertemuan ini bukan hanya meneguhkan eksistensi PDI Perjuangan sebagai partai yang inklusif, tetapi juga membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih besar dalam memperjuangkan cita-cita bangsa dan negara.