Terkini, Sinar.co.id,- Kapal Pinisi, yang hari ini muncul sebagai Google Doodle, bukan hanya sebuah kapal layar.
Ini adalah simbol kekayaan sejarah Indonesia, terbangun dari kisah Sawerigading pada abad ke-14.
Kapal Pinisi dibuat dengan kayu kokoh Walerengreng, kapal ini tumbuh menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.
Saat Sawerigading memutuskan untuk membangun kembali kapalnya setelah terbelah di tengah laut, masyarakat setempat dari wilayah Ara, Tana Beru, dan Lemo-Lemo berkolaborasi untuk menciptakan kapal Pinisi yang lebih besar dan kokoh.
Nama “Pinisi” sendiri mengandung makna mendalam, yakni “kapal yang tangguh dan mampu melawan ombak.”
Status Kapal Pinisi to Unesco
Google Doodle mengabadikan momen kehormatan ketika UNESCO pada tahun 2017 mengakui Kapal Pinisi sebagai warisan budaya takbenda.
Hal ini memberikan penghargaan pada keahlian masyarakat Bulukumba dalam pembuatan kapal secara tradisional.
Namun, cerita Kapal Pinisi tidak berhenti di sini. Desain modern kapal Pinisi, yang dimulai pada tahun 1906, membawa inovasi dengan menggabungkan gaya tali-temali Eropa.
Keputusan untuk menghilangkan tiang buritan di tengah membuat kapal lebih cepat dan efisien dalam mengangkut kargo.
Dengan panjang 20–35 meter, dua tiang layar segitiga, dan kemampuan mengangkut hingga 350 ton kargo, kapal Pinisi telah menjadi bagian vital dari kehidupan pesisir Indonesia.
Meskipun perkenalan mesin pada 1980-an memodernisasi sebagian kapal, warisan pembuatan kapal Sulawesi Selatan terus berkembang.
Artikel ini mengajak pembaca untuk menggali ke dalam keindahan dan signifikansi kapal Pinisi, memperkuat kebanggaan akan warisan maritim Indonesia yang terus berlanjut hingga hari ini.