Jember, Sinar.co.id,– Desember 2024, suara gemuruh angin musim penghujan menjadi saksi bisu akhir masa tugas Deki Mulyono sebagai Panwascam Kecamatan Patrang-Jember.
Kontraknya telah habis, dan lembaran baru hidupnya mulai terbuka. Bagi Deki, yang dulunya aktivis PMII di Rayon Fakultas Hukum UNEJ, kehidupan ini adalah tentang bagaimana terus bergerak maju meski arah angin berubah.
Deki masih ingat masa-masa menjadi mahasiswa penuh semangat, bersuara lantang memperjuangkan aspirasi rakyat.
Organisasi PMII membentuknya menjadi sosok kritis, berani, dan peduli pada keadilan. Lulus dari Fakultas Hukum, ia sempat bekerja di Panwascam, posisi yang membawanya lebih dekat pada dunia politik dan pengawasan demokrasi.
Tapi, seperti semua hal, waktu berjalan, dan kini ia dihadapkan pada kenyataan baru: karirnya sebagai pengawas pemilu telah usai.
Namun, Deki tidak mau terpuruk. Baginya, setiap akhir adalah awal yang baru. Ia memutuskan kembali ke desa tempat ia dibesarkan, sebuah kampung kecil di Kecamatan Patrang yang dikelilingi hamparan hijau perkebunan. Di sana, Deki melihat peluang besar pada pohon balsa, tanaman serbaguna dengan kayu ringan yang memiliki nilai jual tinggi.
Dengan modal tabungan dan semangat yang sama seperti saat ia menjadi aktivis, Deki mulai belajar seluk-beluk bertani balsa. Ia mendalami cara pembibitan, perawatan, hingga pemasaran hasil panen.
Bagi Deki, bertani bukan sekadar pekerjaan, tetapi filosofi kehidupan. Setiap bibit yang ditanam adalah harapan, dan setiap panen adalah buah dari kerja keras serta kesabaran.
“Tantangannya memang besar, tapi aku yakin ini masa depan yang cerah,” ucap Deki suatu pagi sambil menatap deretan pohon balsa muda yang baru tumbuh di lahannya.
Tetangganya sering datang ke ladangnya, penasaran melihat perubahan besar dalam hidup Deki. Banyak yang terinspirasi oleh semangatnya dan mulai mengikuti jejaknya menanam pohon balsa.
Dalam waktu singkat, ladang kecil itu berubah menjadi pusat pembelajaran bagi petani muda di desanya.
Satu tahun berselang, nama Deki mulai dikenal di kalangan petani balsa Jember. Ia tak hanya sukses mengelola lahannya, tetapi juga membantu menciptakan lapangan kerja bagi para pemuda di desanya.
Bagi Deki, ini adalah bentuk baru dari pengabdiannya pada masyarakat, bukan lagi melalui pidato lantang di jalanan atau rapat pengawasan, melainkan melalui langkah nyata di ladang.
“Saya tidak menyesal meninggalkan dunia politik. Bertani balsa membuat saya merasa lebih dekat dengan masyarakat, lebih dekat dengan alam, dan lebih bermakna,” ujar Deki suatu hari kepada seorang wartawan yang datang mewawancarainya.
Deki Mulyono
Hidup Deki Mulyono adalah bukti bahwa perjalanan hidup tidak selalu harus berjalan di jalur yang sama. Dari aktivis PMII hingga Panwascam, lalu banting setir menjadi petani, ia membuktikan bahwa setiap perubahan bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih baik.
Kini, ia menatap masa depan dengan penuh keyakinan, percaya bahwa di antara pohon-pohon balsa yang tumbuh, ia juga sedang menanam harapan bagi dirinya dan desanya.