Jember, Sinar.co.id,- Sengketa tanah antara Kumpulan Perjuangan Tanah Mawar Jember (Kopertama) dan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) terus bergulir di meja hijau.
Sidang pembuktian yang dilaksanakan di Ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Jember pada Selasa (21/1/2025) menjadi babak baru dalam kasus yang menyita perhatian publik ini.
Sidang tersebut menghadirkan penggugat Kopertama untuk menyerahkan bukti-bukti atas klaim mereka terhadap tanah yang telah ditempati selama puluhan tahun.
Aris Fiana, S.H., salah satu anggota tim kuasa hukum Kopertama, menyatakan bahwa seluruh dokumen pendukung telah diserahkan kepada majelis hakim untuk memperkuat posisi hukum warga Jalan Mawar.
“Kami sudah menyerahkan semua bukti kepada majelis hakim. Minggu depan, giliran pihak tergugat, yaitu PT KAI, yang akan memberikan pembuktiannya,” ujar Aris kepada wartawan usai sidang.
Aksi Damai Warga Jalan Mawar
Diberitakan sebelumnya oleh media ini, ratusan warga yang tergabung dalam Kopertama menggelar aksi damai di depan gedung PN Jember pada Senin pagi.
Dalam aksi tersebut, mereka membawa berbagai spanduk dan poster berisi tuntutan keadilan serta seruan kepada majelis hakim agar transparan dan obyektif dalam memutus perkara.
Warga juga meneriakkan yel-yel untuk menunjukkan perlawanan terhadap apa yang mereka anggap sebagai tindakan sepihak PT KAI. Salah satu peserta aksi, Reta Catur, menegaskan bahwa mereka hanya memperjuangkan hak atas tanah yang telah ditempati oleh generasi mereka sejak zaman kolonial Belanda.
“Tanah ini adalah warisan dari nenek moyang kami. Kami telah tinggal di sini sejak sebelum Indonesia merdeka, tapi sekarang tiba-tiba diklaim oleh PT KAI sebagai milik mereka. Ini sangat tidak adil,” ujarnya.
Awal Mula Sengketa
Kasus ini bermula ketika PT KAI mengklaim kepemilikan atas tanah seluas 2,7 hektar di Jalan Mawar, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang.
Warga yang menempati tanah tersebut menyatakan bahwa mereka memperoleh tanah tersebut melalui proses jual beli dari penghuni sebelumnya dan telah tinggal di sana selama lebih dari lima dekade.
Namun, PT KAI menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan aset perusahaan berdasarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang mereka miliki.
Klaim tersebut memicu konflik, terlebih ketika PT KAI mulai melakukan penggusuran sejak 2009 dan memaksa warga untuk menandatangani perjanjian sewa dengan tarif Rp 5 juta per rumah.
Sebagian besar warga menolak karena merasa tanah tersebut adalah hak mereka secara sah.
“Kami sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas nama kami masing-masing sejak tahun 1970. Tapi tiba-tiba tanah ini diklaim sebagai milik PT KAI tanpa dasar yang jelas,” kata salah seorang warga.
Dugaan Kejanggalan Sertifikat PT KAI
Ketua tim kuasa hukum Kopertama, Agung Silo Widodo Basuki, S.H., M.H., menyebutkan bahwa sertifikat HGB milik PT KAI diduga diterbitkan secara tidak prosedural. Ia mengungkapkan bahwa beberapa rumah warga yang telah memiliki sertifikat tanah juga masuk dalam HGB PT KAI. Hal ini menimbulkan dugaan manipulasi data dalam penerbitan sertifikat tersebut.
“Dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Jember pada Agustus 2020, terungkap bahwa HGB PT KAI baru diterbitkan pada April 2020. Ini jelas aneh, karena tanah tersebut masih ditempati oleh warga saat itu,” jelas Agung.
Agung juga menyebutkan bahwa warga telah mengajukan sertifikasi tanah kepada Kementerian ATR/BPN, namun pengajuan tersebut selalu ditolak dengan alasan tanah tersebut adalah aset PT KAI.
“Padahal, Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 menyebutkan bahwa masyarakat yang telah menduduki tanah selama bertahun-tahun harus diprioritaskan dalam sertifikasi,” tambahnya.
Respons Pengadilan
Wakil Ketua PN Jember, Ahmad Bukhori, S.H., M.H., yang menemui perwakilan warga menyatakan akan memastikan bahwa proses peradilan berjalan adil dan transparan.
“Kami akan mempertimbangkan semua bukti yang diajukan kedua belah pihak secara obyektif. Kami berkomitmen untuk menjalankan tugas kami dengan integritas,” ujarnya.
Ahmad juga meminta warga untuk tetap tenang dan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ia menegaskan bahwa majelis hakim akan memutuskan berdasarkan fakta hukum dan bukti yang diajukan.
Harapan Warga
Warga Jalan Mawar berharap bahwa perjuangan mereka mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah dan instansi terkait.
Mereka menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal tanah, tetapi juga soal keadilan dan hak hidup yang telah direnggut.
“Kami hanya rakyat kecil yang ingin hidup tenang di rumah kami sendiri. Kami tidak mencari masalah, kami hanya ingin keadilan,” ujar Reta Catur, salah seorang warga yang mengikuti aksi.
Kini, perhatian publik tertuju pada kelanjutan kasus ini. Sidang pembuktian dari pihak tergugat yang dijadwalkan pekan depan diharapkan dapat memberikan titik terang atas konflik yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade ini.
https://www.tiktok.com/@sinar.co.id//