Bondowoso, sinar.co.id,- Proses berhasilnya evakuasi jenazah survivor terjatuh di gunung Saeng, 🏷️ diwarnai aksi arogansi oknum Polisi yang melarang keras bahkan, mengancam akan memukul menggunakan tongkat kepada sejumlah awak media siber maupun televisi yang mericord gambar maupun video di sepanjang jalur evakuasi.
Menurut Ichuk S Widarsa, wartawan Detik.com, dirinya sudah bersusah payah mendaki menunggu lama di sekitaran jalur evakuasi hutan dekat Ponkesdes Binakal.
Aksi Arogansi Oknum Polisi
Namun, saat rombongan evakuasi🏷️ datang, oknum polisi yang membawa tongkat membentak wartawan dan melarang mengambil foto juga video. Bahkan, mengancam wartawan menggunakan tongkat.
Hal ini juga dialami oleh wartawan lainnya yang juga meliput proses evakuasi🏷️ ini.
“Tadi saya juga melihat orang Basarnas, sempat didorong oleh oknum Polisi tersebut sampai jatuh,” jelasnya.
Ia mengaku kecewa karena, ini bentuk menghalang-halangi kerja wartawan. Sangat ironis juga, bertepatan dengan hari kebebasan pers internasional🏷️ justru ada sikap arogansi oknum polisi tersebut.
Senada disampaikan oleh, Ilham Wahyudi, wartawan Radar Ijen, Jawa Pos.
Dirinya dilarang keras saat telah bersiap mengambil gambar. Padahal posisi teman-teman wartawan semuanya tidak di tengah jalur evakuasi. Namun di tepi kanan-kiri jalan dengan jarak sekitar 5 meter dari jalur evakuasi.
“Saya tadi sudah stand by bersama teman wartawan Antara, Memo, Suara Jatim Pos, dan teman TV lainnya. Terus disentak-sentak, tak boleh ambil gambar,” jelasnya.
“Tadi mereka bilang, kami tak urus media. Tak pentung kamu, jika memaksa,” katanya sembari menirukan arogansi oknum polisi tersebut.
Yono, Pimpinan Redaksi FTV Jember mengaku didorong saat akan mengambil video. Dirinya mengutuk keras perbuatan arogansi yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut ini.
“Ini menghalangi kerja wartawan,” pungkasnya.
Diketahui, sejumlah awak media yang meliput keberhasilan proses evakuasi seluruhnya sudah menggunakan etik jurnalis yang tentu sudah dibenarkan sesuai undang-undang.